Rabu, 27 Oktober 2010

ilmu sosial dasar

Ilmu sosial (Inggris:social science) atau ilmu pengetahuan sosial (Inggris:social studies) adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan humaniora karena menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitatif dan kualitatif. Istilah ini juga termasuk menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan meliputi perilaku dan interaksi manusia di masa kini dan masa lalu. Berbeda dengan ilmu sosial secara umum, IPS tidak memusatkan diri pada satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat.
Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila dibanding dengan ilmu alam. Namun sekarang, beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak menggunakan metoda kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial dan lingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek dalam metodologi ilmu sosial. Penggunaan metoda kuantitatif dan kualitatif telah makin banyak diintegrasikan dalam studi tentang tindakan manusia serta implikasi dan konsekuensinya.
Karena sifatnya yang berupa penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, di Indonesia IPS dijadikan sebagai mata pelajaran untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah tingkat pertama (SMP/SLTP). Sedangkan untuk tingkat di atasnya, mulai dari sekolah menengah tingkat atas (SMA) dan perguruan tinggi, ilmu sosial dipelajari berdasarkan cabang-cabang dalam ilmu tersebut khususnya jurusan atau fakultas yang memfokuskan diri dalam mempelajari hal tersebut.

Cabang-cabang utama dari ilmu sosial adalah:
  • Antropologi, yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu
  • Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan dalam masyarakat
  • Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi
  • Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah dilembagakan
  • Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan sosial dari bahasa
  • Pendidikan, yang mempelajari masalah yang berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral
  • Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia (termasuk negara)
  • Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan proses mental
  • Sejarah, yang mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia
  • Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar manusia di dalamnya

Di Indonesia, kita hidup dalam adat istiadat kedaerahan yang masih dijunjung tinggi. Bahkan bagi Anda yang tinggal di kota besar pun, Anda masih sering harus mengadakan atau menghadiri berbagai macam upacara adat dari daerah asal leluhur Anda. Upacara adat kedaerahan mengiringi setiap siklus kehidupan kita, dari mulai kehamilan, kelahiran, pernikahan, dan macam-macam, sampai kematian sebagai akhir hidup manusia.

 
Suku Jawa adalah salah satu suku yang jumlahnya cukup banyak di Indonesia. Di tambah lagi, suku Jawa mendiami Pulau Jawa sebagai pulau terpadat di negara kita. Jika seorang wanita Jawa mengandung, keluarganya yang masih memegang erat adat-istiadat harus mengadakan upacara tujuh bulanan. Saking seringnya upacara ini dilakukan, upacara ini pun menjadi sebuah ritual yang sudah lumayan umum dan dikenal masyarakat.
Bagi mereka yang masih mempercayai dan melaksanakannya, acara tujuh bulanan menjadi ritual penting dalam mempersiapkan kelahiran calon anak manusia. Tradisi penuh simbol mewarnai rangkaian upacara, yang semuanya berpengharapan baik. Si orang tua berharap agar persalinannya lancar, anaknya jadi anak yang sehat dan berperilaku baik, dan harapan-harapan indah lainnya.

Apa sih sebenarnya upacara tujuh bulanan itu? Upacara tujuh bulanan adalah ritual adat-istiadat yang dilakukan dalam merayakan usia kandungan seorang ibu yang mencapai tujuh bulan. Dalam bahasa Jawa, upacara ini disebut mitoni, yang artinya suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke-7. Tujuan diselenggarakan upacara ini adalah agar embrio dalam kandungan dan ibu senantiasa memperoleh keselamatan sampai ia lahir kelak.
Menurut tembi.org, upacara tujuh bulanan versi Jawa ini terdiri dari beberapa tahap ritual, antara lain:
Siraman
Siraman atau mandi merupakan simbol upacara sebagai pernyataan tanda pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa. Pembersihan secara simbolis ini bertujuan membebaskan calon ibu dari dosa-dosa sehingga kalau kelak si calon ibu melahirkan anak, ia tidak mempunyai beban moral sehingga proses kelahirannya menjadi lancar. Upacara siraman dilakukan di kamar mandi dan dipimpin oleh dukun atau anggota keluarga yang dianggap sebagai yang tertua.

Untuk melakukan ritual ini, dipilih tujuh orang wakil keluarga yang dituakan. Mereka yang menyiram si ibu yang mengandung ini akan diberikan suvenir berisi tujuh macam pernak-pernik yang dikemas cantik. Isinya biasanya berupa pensil, handuk, sisir, benang, cermin, jarum, dan sabun.
Memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain calon ibu oleh sang suami
Ritual ini dilakukan dengan memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain (sarung) si calon ibu oleh sang suami, melalui bagian atas perut lalu telur dilepas sehingga pecah. Upacara ini dilaksanakan di tempat siraman (kamar mandi) sebagai simbol harapan agar bayi lahir dengan mudah tanpa aral melintang. Kalau telurnya pecah, berarti diramalkan bayi yang lahir perempuan, tapi kalau tidak berarti laki-laki.
Memasukkan kelapa gading muda
Upacara ini disebut juga brojolan, atau memasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra ke dalam sarung dari atas perut calon ibu ke bawah. Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa kesulitan.

Upacara brojolan dilakukan di depan senthong tengah atau pasren oleh nenek calon bayi (ibu dari ibu si bayi) dan diterima oleh nenek besan. Kedua kelapa itu lalu ditidurkan di atas tempat tidur layaknya menidurkan bayi.

Secara simbolis gambar Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra melambangkan kalau si bayi lahir akan elok rupawan dan memiliki sifat-sifat luhur seperti tokoh yang digambarkan tersebut. Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembadra merupakan tokoh pewayangan ideal orang Jawa.
Memutus lawe/lilitan benang/janur
Ritual ini meliputi adegan memutus lilitan janur/lawe yang dilingkarkan di perut calon ibu. Janur/lawe dapat diganti dengan daun kelapa atau janur. Lilitan ini harus diputus oleh calon ayah dengan maksud agar kelahiran bayi lancar.
Memecahkan periuk dan gayung
Memecahkan periuk dan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa (siwur) menyimbolkan memberi sawab (doa dan puji keselamatan) agar nanti kalau si ibu masih mengandung lagi, kelahirannya juga tetap mudah.
Minum jamu sorongan
Upacara minum jamu sorongan, melambangkan agar anak yang dikandung itu akan mudah dilahirkan seperti didorong (disurung).
Nyolong endhog
Upacara nyolong endhog, melambangkan agar kelahiran anak cepat dan lancar secepat pencuri yang lari membawa curiannya. Upacara ini dilaksanakan oleh calon ayah dengan mengambil telur dan membawanya lari dengan cepat mengelilingi kampung.
Ganti busana
Upacara ganti busana dilakukan oleh ibu dengan tujuh jenis kain batik dengan motif yang berbeda. Ibu akan memakai kain model kemben terbaik, dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain.

Motif kain tersebut adalah:

sidomukti (melambangkan kebahagiaan),
sidoluhur (melambangkan kemuliaan),
truntum (melambangkan agar nilai-nilai kebaikan selalu dipegang teguh),
parangkusuma (melambangkan perjuangan untuk tetap hidup),
semen rama (melambangkan agar cinta kedua orangtua yang sebentar lagi menjadi bapak-ibu tetap bertahan selma-lamanya/tidak terceraikan),
udan riris (melambangkan harapan agar kehadiran dalam masyarakat anak yang akan lahir selalu menyenangkan),
cakar ayam (melambangkan agar anak yang akan lahir kelak dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya).
Setiap si calon ibu berganti kain, para tamu akan ditanya oleh MC atau pemandu acara itu, apakah si calon ibu sudah pantas memakai kain tersebut, dan para tamu akan serempak menjawab, "Beluuuum..." Pada kain ketujuh, baru mereka akan menjawab, "Sudah pantaaaas..." Si ibu yang sedang mengandung akan didandani oleh perias untuk mengenakan kebaya dan motif yang terbaik lengkap dengan riasan yang cantik juga, untuk selanjutnya akan berjualan rujak bersama suami.

Kain terakhir yang tercocok adalah kain dari bahan lurik bermotif lasem dengan kemben motif dringin. Upacara ini dilakukan di senthong tengah.
Rujakan
Terakhir adalah rujakan, di mana rasa rujak yg dibuat oleh calon ibu, juga menentukan jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan. Jika rujaknya pedas, mengindikasikan si bayi berjenis kelamin perempuan. Lalu para tamu diperkenankan membeli rujak dengan uang bohong-bohongan, yaitu uang dari pecahan genting tanah liat atau kreweng.
Dengan dilaksanakannya seluruh upacara tersebut di atas, upacara mitoni dianggap selesai ditandai dengan doa yang dipimpin oleh dukun dengan mengelilingi selamatan. Selamatan atau sesajian sebagian dibawa pulang oleh yang menghadiri atau meramaikan upacara tersebut.
Hakekat tujuh bulanan
Pada hakekatnya, berbagai ritual itu merupakan semacam upacara peralihan yang dipercaya sebagai sarana untuk menghilangkan petaka. Hal itu menunjukkan bahwa upacara-upacara itu merupakan penghayatan unsur-unsur kepercayaan lama. Selain itu, terdapat suatu aspek solidaritas primordial yang sangat kental di sini, yaitu upaya untuk menjunjung tinggi adat istiadat yang secara turun-temurun dilestarikan oleh kelompok sosialnya. Mengabaikan adat istiadat akan mengakibatkan celaan dan nama buruk bagi keluarga yang bersangkutan di mata kelompok sosial masyarakatnya.
Mitoni atau tujuh bulanan tidak dapat diselenggarakan sewaktu-waktu. Biasanya para keluarga berembuk dan memilih hari yang dianggap baik untuk menyelenggarakan upacara tersebut. Hari baik untuk upacara mitoni adalah hari Selasa (Senin siang sampai malam) atau Sabtu (Jumat siang sampai malam) dan diselenggarakan pada waktu siang atau sore hari.
Tempat untuk menyelenggarakan upacara biasanya dipilih di tempat yang biasa disebut dengan pasren, yaitu senthong tengah. Pasren erat sekali dengan kaum petani sebagai tempat untuk memuja Dewi Sri, dewi padi. Karena kebanyakan masyarakat sekarang tidak mempunyai senthong, maka upacara mitoni biasanya diselenggarakan di ruang keluarga atau ruang yang cukup luas untuk menyelenggarakan upacara.
Secara teknis, penyelenggaraan upacara ini dilaksanakan oleh dukun atau anggota keluarga yang dianggap sebagai yang tertua. Kehadiran dukun ini lebih bersifat seremonial, dalam arti mempersiapkan dan melaksanakan upacara-upacara kehamilan.
Lambang atau makna yang terkandung dalam unsur upacara mitoni
Upacara-upacara mitoni, yaitu upacara yang diselenggarakan ketika kandungan dalam usia tujuh bulan, memiliki simbol-simbol atau makna atau lambang yang dapat ditafsirkan sebagai berikut:
Sajen tumpeng, maknanya adalah pemujaan (memule) pada arwah leluhur yang sudah tiada. Para leluhur setelah tiada dianggap bertempat tinggal di tempat yang tinggi, di gunung-gunung.
Sajen jenang abang, jenang putih, melambangkan benih pria dan wanita yang bersatu dalam wujud bayi yang akan lahir.
Sajen berupa sega gudangan, mengandung makna agar calon bayi selalu dalam keadaan segar.
Cengkir gading (kelapa muda yang berwarna kuning), yang diberi gambar Kamajaya dan Dewi Ratih, mempunyai makna agar kelak kalau bayi lahir lelaki akan tampan dan mempunyai sifat luhur Kamajaya. Kalau bayi lahir perempuan akan secantik dan mempunyai sifat-sifat seluhur Dewi Ratih.
Benang lawe atau daun kelapa muda yang disebut janur yang dipotong, maknanya adalah mematahkan segala bencana yang menghadang kelahiran bayi.
Kain dalam tujuh motif melambangkan kebaikan yang diharapkan bagi ibu yang mengandung tujuh bulan dan bagi si anak kelak kalau sudah lahir.
Sajen dawet mempunyai makna agar kelak bayiyang sedang dikandung mudah kelahirannya.
Sajen berupa telur yang nantinya dipecah mengandung makna berupa ramalan, bahwa kalau telur pecah maka bayi yang lahir perempuan, bila telur tidak pecah maka bayi yang lahir nantinya adalah laki-laki.
sumber.
upacara 7 bulanan (http://www.hanyawanita.com/_mother_child/pregnancy/article.php?article_id=9668 )
pengertian ilmu sosial (http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_sosial )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar